Saturday 19 March 2016

Hukum Perikatan


Perikatan diartikan sebagai hukum yang menghubungkan (mengintegrasi) antara satu pihak dengan pihak lainnya yang didalamnya terdapat hak-hak serta kewajiban-kewajiban yang wajib dilakukan oleh masing-masing pihak sesuai perjanjian yang dibuat antara pihak yang satu dengan pihak lainnya guna mewujudkan perikatan itu sendiri.

Lahirnya perikatan diakibatkan karena persetujuan atau undang-undang yang berlaku yang mengatur isi persetujuan tersebut dan dijadikan sebagai dasar hukum terjadinya perikatan. Dan persetujuan tersebut bersifat mengikat dan hanya pihak yang terlibat sajalah yang dapat membatalkan persetujuan tersebut. Perikatan yang dilakukan oleh subyek hukum dengan subyek hukum lainnya harus di lakukan dengan tujuan yang baik dan tidak merugikan masing-masing pihak.

Asas-asas hukum perikatan telah diatur dalam KUHPer Buku III, sebagai berikut :

§  Asas kebebasan

§  Asas Konsensualisme

§  Asas pacta sunt Servanda

§  Asas itikad baik (geode trouw)

§  Asas kepribadian

Hapusnya perikatan dapat terjadi jika perikatan tersebut dibuat oleh anak-anak yang belum dewasa atau orang-orang yang berada dibawah kesadaran (orang gila). Jika perikatan telah diselesaikan oleh kedua belah pihak, telah diperbaharui dengan perikatan yang baru, telah lewat jangka waktu perikatan serta pemutusan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersangkutan, maka perikatan tersebut akan terhapus dengan atau tanpa syarat.

Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia


Hukum perdata yang berlaku di Indonesia di adopsi dari hukum perdata yang diterapkan di Belanda (Burgerlijk Wetboek) yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Hukum ini berlaku dan telah dituangkan dalam bentuk tulisan serta telah dikodifikasi pada tanggal 1 Mei tahun 1848, dewasa ini banyak hukum perdata yang pengendaliannya diluar (KUHPer).

Hukum perdata yang memiliki kedudukan sebagai lawan dari hukum publik sering disebut sebagai hukum sipil serta hukum privat. Fokus peraturan yang terdapat pada hukum perdata adalah mengendalikan hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh subyek-subyek hukum (Manusia dan Badan Usaha).

Berbeda halnya dengan hukum publik yang mengurus hal-hal dalam kenegaraan dan kepentingan-kepentingan umum (hukum administrasi dan tata negara), hukum perdata mengurus berbagai hal seperti perkawinan, kematian (bukan akibat kejahatan), kegiatan usaha dan urusan-urusan lain yang bersifat perdata lainnya.

Pemahaman lebih lanjut tentang hukum perdata adalah terbagi nya empat bagian dalam sistematika hukum perdata sebagai berikut :

1.      Buku I KUHPer mengatur tentang hukum perorangan dan keluarga dalam artian hak dan kewajiban yang harus ditaati oleh subyek hukum.

2.      Buku II KUHPer mengatur tentang hukum benda dalam artian hak dan kewajiban yang ada pada subyek hukum dikaitkan dengan kebendaan, seperti hak waris dan penjaminan.

3.      Buku III KUHPer mengatur tentang hukum perikatan (perjanjian) dalam artian hak dan kewajiban sesama subyek hukum khususnya dibidang perikatan.

4.      Buku IV KUHPer mengatur tentang hukum daluarsa dan pembuktian dalam artian batas waktu subyek hukum dapat mempergunakan hak dan kewajibannya.

 

 

Sumber :

Subyek dan Obyek Hukum


Bukan hanya manusia sebagai makhluk murni yang dapat dianggap atau dipandang sebagai subyek hukum, pada dasarnya badan hukum pun dapat dijadikan sebagai subyek hukum. Dimana badan hukum itu sendiri memiliki arti sebagai suatu badan hasil bentukan orang per orang yang berada didalamnya hak dan kewajiban serta hubungan dengan orang lain atau badan lain dalam konteks hukum.

Teori Fiksi mengatakan bahwa sekalipun syarat-syarat dalam peraturan hukum yang terdapat pada badan hukum berbeda dengan syarat-syarat dalam peraturan hukum yang melekat pada manusia, akan tetapi badan hukum tetap bisa dianggap seolah-olah seperti manusia. Berbeda dengan Teori Organ yang tetap memandang bahwa peraturan hukum yang ada pada manusia berlaku halnya pada badan hukum. Teori Kekayaan Tujuan yang memiliki kelemahan pada kesesuaian pernyataan nya yang hanya cocok pada badan hukum berbentuk yayasan mengartikan badan hukum sebagai kekayaan yang bukan timbul dari seseorang melainkan kekayaan tersebut terdapat pada tujuan badan hukum itu sendiri.

Setelah membahas tentang pengertian serta Teori yang mengemukakan tentang badan hukum sebagai subyek hukum, sekarang saya akan membahas tentang Benda Bergerak dan Benda tidak Bergerak sebagai Obyek Hukum.

Menurut Pasal 504 KUH Perdata tentang benda sebagai obyek hukum, lebih lanjut benda diklasifikasikan sebagai 2 kelompok besar yaitu, benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda bergerak adalah benda yang mudah berpindah dari satu tempat ke tempat lain seperti current asset (kendaraan, perlatan). Sedang benda tidak bergerak adalah benda yang sukar berpindah dari satu tempat ke tempat lain seperti aktiva tetap (tanah, bangunan) ataupun benda-benda yang diatur dalam undang-undang sebagai benda tidak bergerak.

Hukum dan Hukum Ekonomi


Codifiecatie atau asal kata untuk istilah kodifikasi dapat diartikan sebagai bentuk usaha penyusunan menjadi satu bagian yang utuh dari beberapa jenis hukum yang berlaku secara menyeluruh dan dijadikan kedalam satu buku yang tersusun rapih dan diresmikan oleh pemerintahan yang ada. Kodifikasi dapat dihubungkan dengan Unifikasi sehingga terdapat beberapa kemungkinan status hukum, seperti hukum telah dikodifikasi namun belum diunifikasi atau hukum telah diunifikasi namun belum dikodifikasi.

Sedikitnya terdapat 3 Tujuan Kodifikasi Hukum :

1.   Terciptanya kepastian Hukum.

2.    Terciptanya kesatuan Hukum untuk menghindari hal seperti kemungkinan terjadinya penyimpangan hukum dalam pelaksanaanya.

3.     Hukum yang terlihat lebih sederhana karena telah dijadikan kedalam satu buku.

Kodifikasi tidak boleh terlepas dari unsur-unsur berikut :

1.      Jenis-jenis hukum tertentu.

2.      Sistematis dan Lengkap.

Berikut Contoh Kodifikasi yang ada di Indonesia :

a.       Kitab Undang-Undang Hukum Dagang pada tanggal 1 Mei 1948.

b.      Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (sekarang KUHPer) pada tanggal 1 Mei 1848.

Hukum mengatur perekonomian yang ada, Ekonomi itu sendiri dapat diartikan sebagai ilmu sosial yang digunakan untuk  mempelajari tentang kegiatan manusia baik individu terhadap individu lain, individu dengan kelompok, ataupun kelompok dengan kelompok. Hubungan yang ditinjau dalam Ekonomi adalah bagaimana individu atau kelompok tersebut memproduksi, mendistribusi, serta mengkonsumsi barang dan jasa guna memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas.

Sedangkan Hukum Ekonomi memiliki arti sebagai pedoman yang diatur oleh pemerintah didalam dunia perekonomian suatu negara dan dapat bersifat tertulis ataupun tidak tertulis, publik ataupun privat tergantung sejauh mana hukum tersebut diperlukan dalam mengatur dunia perekonomian suatu negara.