Tuesday 17 November 2015

Kesiapan Koperasi Hadapi Globalisasi

SIAPKAH KOPERASI DI INDONESIA
MENGHADAPI ERA GLOBALISASI

Indonesia adalah salah satu negara yang berada di Asia Tenggara yang tergabung kedalam organisasi ASEAN. Organisasi yang beranggotakan 10 negara (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja) memiliki pandangan terbuka, hidup dalam perdamaian, stabilitas dan kemakmuran, serta terikat bersama dalam kemitraan dalam pembangunan yang dinamis.
Untuk itu, pada tahun 2003, para pemimpin ASEAN telah bersepakat untuk membangun suatu masyarakat ASEAN pada tahun 2020, namun dalam implementasinya para pemimpin Negara anggota mempertegas komitmennya dan memutuskan untuk mempercepat pembentukan masyarakat ASEAN pada tahun 2015.
Program ini akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi kawasan dengan mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor UMKM. Disinilah peran koperasi digunakan untuk menghadapi era globalisasi seperti MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Yang menjadi persoalan apakah koperasi khususnya di Indonesia siap menghadapi era globalisasi.
Jika kita lihat data statistik tentang perkoperasian di Indonesia, sedikitnya terdapat 62 ribu koperasi yang sudah tidak aktif. Dengan kondisi koperasi yang seperti ini, sudah dipastikan koperasi tidak dapat bertahan di era globalisasi, bahkan koperasi yang dijadikan salah satu penguat perekonomian nasional dapat terbawa arus perkembangan dan tetap seperti ini tanpa menyeimbangi era globalisasi.
Menurut Menteri Koperasi dan UKM, semua negara ASEAN tahu bahwa Indonesia memiliki potensi pasar terbesar, sehingga semua akan berupaya merebutnya. Untuk itu, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga ini mengatakan, Kementerian Koperasi dan UKM kini menyiapkan tiga hal agar usaha Koperasi dan usaha dalam negeri tetap mampu bersaing. Pertama adalah meningkatkan sumber daya manusia (SDM) pelaku UMKM terutama lewat pelatihan-pelatihan. Kedua, bagaiman kita harus focus meningkatkan kelembagaan koperasi. Ketiga, memberikan fasilitas pembiayaan, kalau bunga perbankan tinggi kita akan sulit menghadapi MEA ini.
Dalam kenyataan sekarang ini peran koperasi sebagai pilar ekonomi bangsa semakin mencemaskan jika dibandingkan dengan badan usaha lainnya. Apalagi pada era globalisasi sekarang ini peran koperasi semakin dipertanyakan masyarakat, apakah koperasi mampu mempertahankan jati dirinya sebagai pilar ekonomi rakyat? Apakah koperasi yang memiliki cita-cita mulia menyejahterakan masyarakat dapat terealisir? Bagaimana prospek koperasi Indonesia ke depan dan bagaimana tantangannya?
Untuk itu kita berharap koperasi dapat bangkit dari keterpurukannya sesuai keyakinan Menteri Koperasi dalam membenahi perkoperasian. Era globalisasi membuat koperasi dapat membantu negeri ini dalam reformasi di bidang ekonomi dan keuangan. Sektor usaha kecil dan koperasi harus menjadi yang utama bagi pemerintah dalam membangun ekonomi bangsa menuju era globalisasi dengan beberapa strategi.
Beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh koperasi agar siap menghadapi era globalisasi antara lain. Pertama, cara pandang dalam pengelolaan koperasi harus diubah dan dikembangkan, agar koperasi memiliki daya saing sekaligus menjadi daya tarik bagi anggota dan masyarakat. Kedua, koperasi perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap perkembangan zaman, dengan kata lain perlu adanya perbaikan terhadap pengelolaan manajemen dan organisasi. Ketiga, masyarakat harus percaya dan sepakat bahwa tujuan pendirian koperasi benar-benar untuk menyejahterakan anggotanya. Untuk itu, dalam penjabaran visi dan misi serta program kerja harus di sampaikan dengan jelas agar menumbuhkan kesadaran dalam diri setiap anggota.
Dalam perkembangannya, koperasi di Indonesia baru-baru ini telah masuk ke kelas dunia seperti Koperasi Warga Semen Gresik (KWSG) dan Koperasi Telkom, koperasi ini berhasil memasuki 300 koperasi kelas dunia di seluruh dunia. Menteri Koperasi dan UKM meyakini bahwa kedepan akan ada lagi koperasi di Indonesia yang masuk di jajaran tersebut. Misalnya, Kospin Jasa Pekalongan yang CSR-nya saja sudah mampu membangun sebuah rumah sakit mewah.
Hal diatas menunjukkan persiapan koperasi untuk menghadapi era globalisasi sekaligus koperasi ingin bangkit dari keterpurukannya. Dimana pada awalnya tidak ada satupun koperasi Indonesia yang dapat menembus 300 koperasi sekelas dunia.
Dengan menumbuhkan minat masyarakat untuk menjadi anggota koperasi, membenahi internal koperasi, serta menonaktifkan koperasi yang sudah tidak aktif beroperasi menurut saya itu adalah langkah awal yang sangat jitu untuk membuat koperasi di Indonesia agar lebih siap menghadapi era globalisasi. Sebab koperasi juga harus bersaing dengan lembaga-lembaga lain, seperti misalnya di dalam negeri, koperasi harus mampu bersaing dengan minimarket yang berkembang dan menyebar di seluruh pelosok negeri yang dapat berpengaruh bagi perkembangan koperasi itu sendiri.
Jadi menurut saya, koperasi akan mampu menghadapi era globalisasi dengan catatan koperasi mau membenahi internalnya serta bantuan dari Menteri Koperasi untuk membubarkan koperasi yang sudah tidak aktif beroperasi, karena koperasi harusnya bukan hanya tertera pada papan nama atau hanya ada pada stempel saja, tetapi harus ada sebuah usaha didalamnya yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat. Akan tetapi jika koperasi tidak mengambil langkah dini untuk menghadapi era globalisasi, saya beropini koperasi tidak akan mampu bertahan di era globalisasi. Pengurus koperasi juga harus lebih mandiri dalam mengembangkan koperasinya agar dapat beradaptasi di era globalisasi dan tidak terlalu mengandalkan kebijakan yang diberikan oleh kementerian koperasi, sehingga kedepannya dapat terwujud koperasi-koperasi yang tangguh dan mandiri, dengan begitu pemerintah dapat mengalokasikan dana yang awalnya untuk membantu usaha koperasi digunakan untuk kepentingan yang lebih urgent lagi.


Sumber :

Kesiapan Koperasi Hadapi Globalisasi

SIAPKAH KOPERASI DI INDONESIA
MENGHADAPI ERA GLOBALISASI

Indonesia adalah salah satu negara yang berada di Asia Tenggara yang tergabung kedalam organisasi ASEAN. Organisasi yang beranggotakan 10 negara (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja) memiliki pandangan terbuka, hidup dalam perdamaian, stabilitas dan kemakmuran, serta terikat bersama dalam kemitraan dalam pembangunan yang dinamis.
Untuk itu, pada tahun 2003, para pemimpin ASEAN telah bersepakat untuk membangun suatu masyarakat ASEAN pada tahun 2020, namun dalam implementasinya para pemimpin Negara anggota mempertegas komitmennya dan memutuskan untuk mempercepat pembentukan masyarakat ASEAN pada tahun 2015.
Program ini akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi kawasan dengan mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor UMKM. Disinilah peran koperasi digunakan untuk menghadapi era globalisasi seperti MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Yang menjadi persoalan apakah koperasi khususnya di Indonesia siap menghadapi era globalisasi.
Jika kita lihat data statistik tentang perkoperasian di Indonesia, sedikitnya terdapat 62 ribu koperasi yang sudah tidak aktif. Dengan kondisi koperasi yang seperti ini, sudah dipastikan koperasi tidak dapat bertahan di era globalisasi, bahkan koperasi yang dijadikan salah satu penguat perekonomian nasional dapat terbawa arus perkembangan dan tetap seperti ini tanpa menyeimbangi era globalisasi.
Menurut Menteri Koperasi dan UKM, semua negara ASEAN tahu bahwa Indonesia memiliki potensi pasar terbesar, sehingga semua akan berupaya merebutnya. Untuk itu, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga ini mengatakan, Kementerian Koperasi dan UKM kini menyiapkan tiga hal agar usaha Koperasi dan usaha dalam negeri tetap mampu bersaing. Pertama adalah meningkatkan sumber daya manusia (SDM) pelaku UMKM terutama lewat pelatihan-pelatihan. Kedua, bagaiman kita harus focus meningkatkan kelembagaan koperasi. Ketiga, memberikan fasilitas pembiayaan, kalau bunga perbankan tinggi kita akan sulit menghadapi MEA ini.
Dalam kenyataan sekarang ini peran koperasi sebagai pilar ekonomi bangsa semakin mencemaskan jika dibandingkan dengan badan usaha lainnya. Apalagi pada era globalisasi sekarang ini peran koperasi semakin dipertanyakan masyarakat, apakah koperasi mampu mempertahankan jati dirinya sebagai pilar ekonomi rakyat? Apakah koperasi yang memiliki cita-cita mulia menyejahterakan masyarakat dapat terealisir? Bagaimana prospek koperasi Indonesia ke depan dan bagaimana tantangannya?
Untuk itu kita berharap koperasi dapat bangkit dari keterpurukannya sesuai keyakinan Menteri Koperasi dalam membenahi perkoperasian. Era globalisasi membuat koperasi dapat membantu negeri ini dalam reformasi di bidang ekonomi dan keuangan. Sektor usaha kecil dan koperasi harus menjadi yang utama bagi pemerintah dalam membangun ekonomi bangsa menuju era globalisasi dengan beberapa strategi.
Beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh koperasi agar siap menghadapi era globalisasi antara lain. Pertama, cara pandang dalam pengelolaan koperasi harus diubah dan dikembangkan, agar koperasi memiliki daya saing sekaligus menjadi daya tarik bagi anggota dan masyarakat. Kedua, koperasi perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap perkembangan zaman, dengan kata lain perlu adanya perbaikan terhadap pengelolaan manajemen dan organisasi. Ketiga, masyarakat harus percaya dan sepakat bahwa tujuan pendirian koperasi benar-benar untuk menyejahterakan anggotanya. Untuk itu, dalam penjabaran visi dan misi serta program kerja harus di sampaikan dengan jelas agar menumbuhkan kesadaran dalam diri setiap anggota.
Dalam perkembangannya, koperasi di Indonesia baru-baru ini telah masuk ke kelas dunia seperti Koperasi Warga Semen Gresik (KWSG) dan Koperasi Telkom, koperasi ini berhasil memasuki 300 koperasi kelas dunia di seluruh dunia. Menteri Koperasi dan UKM meyakini bahwa kedepan akan ada lagi koperasi di Indonesia yang masuk di jajaran tersebut. Misalnya, Kospin Jasa Pekalongan yang CSR-nya saja sudah mampu membangun sebuah rumah sakit mewah.
Hal diatas menunjukkan persiapan koperasi untuk menghadapi era globalisasi sekaligus koperasi ingin bangkit dari keterpurukannya. Dimana pada awalnya tidak ada satupun koperasi Indonesia yang dapat menembus 300 koperasi sekelas dunia.
Dengan menumbuhkan minat masyarakat untuk menjadi anggota koperasi, membenahi internal koperasi, serta menonaktifkan koperasi yang sudah tidak aktif beroperasi menurut saya itu adalah langkah awal yang sangat jitu untuk membuat koperasi di Indonesia agar lebih siap menghadapi era globalisasi. Sebab koperasi juga harus bersaing dengan lembaga-lembaga lain, seperti misalnya di dalam negeri, koperasi harus mampu bersaing dengan minimarket yang berkembang dan menyebar di seluruh pelosok negeri yang dapat berpengaruh bagi perkembangan koperasi itu sendiri.
Jadi menurut saya, koperasi akan mampu menghadapi era globalisasi dengan catatan koperasi mau membenahi internalnya serta bantuan dari Menteri Koperasi untuk membubarkan koperasi yang sudah tidak aktif beroperasi, karena koperasi harusnya bukan hanya tertera pada papan nama atau hanya ada pada stempel saja, tetapi harus ada sebuah usaha didalamnya yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat. Akan tetapi jika koperasi tidak mengambil langkah dini untuk menghadapi era globalisasi, saya beropini koperasi tidak akan mampu bertahan di era globalisasi. Pengurus koperasi juga harus lebih mandiri dalam mengembangkan koperasinya agar dapat beradaptasi di era globalisasi dan tidak terlalu mengandalkan kebijakan yang diberikan oleh kementerian koperasi, sehingga kedepannya dapat terwujud koperasi-koperasi yang tangguh dan mandiri, dengan begitu pemerintah dapat mengalokasikan dana yang awalnya untuk membantu usaha koperasi digunakan untuk kepentingan yang lebih urgent lagi.


Sumber :

wajah koperasi saat ini



WAJAH KOPERASI INDONESIA SAAT INI

Koperasi adalah suatu lembaga atau badan hukum yang diakui keberadaannya oleh negara, koperasi juga hasil bentukan dari orang per orang atau kelompok-kelompok dengan tujuan yang sama yakni mensejahterakan para anggota serta melandaskan seluruh kegiatannya berdasarkan pada prinsip-prinsip perkoperasian sekaligus sebagai wujud gerakan ekonomi rakyat (khususnya rakyat kecil menengah) yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Moh. Hatta yang diberi gelar sebagai  Bapak Koperasi Indonesia pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung pada tanggal 17 Juli 1953, memberikan perhatian yang mendalam terhadap penderitaan yang dialami oleh rakyat kecil, sehingga mendorong pria kelahiran 12 Agustus 1902 ini untuk mempelopori Gerakan Koperasi yang pada prinsipnya bertujuan memperbaiki nasib golongan miskin dan kelompok ekonomi lemah.
Sampai saat ini, koperasi dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. KUD sebagai koperasi program yang didukung dengan program pembangunan untuk membangun KUD. Di sisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan bea pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru (cengkeh).
Pada masa ini, koperasi di Indonesia yang pada awalnya diberi perhatian yang khusus oleh Bapak Moh. Hatta sebagai jalan untuk memperbaiki nasib golongan miskin dan kelompok ekonomi lemah telah kurang pancaran sinarnya di kalangan masyarakat Indonesia. Seperti pada tulisan saya sebelumnya, hal yang membuat koperasi kurang familiar di kalangan masyarakat Indonesia adalah banyaknya koperasi yang ada namun tidak diimbangi dengan jumlah anggota yang merata disetiap koperasi. Kurangnya anggota didalam koperasi ini diakibatkan karena minimnya kepercayaan anggota-anggota koperasi kepada pengurus koperasi.
Anggota-anggota koperasi yang memiliki kepercayaan sangat minim kepada pengurus koperasi ini diakibatkan banyaknya kasus yang terjadi di Indonesia tentang perkoperasian, kasus-kasus seperti pengurus koperasi yang tidak jujur dan hilang tanpa jejak dengan membawa uang milik anggota-anggota serta manajemen yang kurang baik didalam perkoperasian tersebut.
Hal diatas mengingatkan kita pada kejadian pada tahun 1990-an, dimana pada saat itu banyak sekali Bank yang berdiri namun dalam waktu kurang dari satu tahun banyak Bank yang pada akhirnya harus gulung tikar. Penyebab banyaknya Bank pada saat itu sampai harus gulung tikar adalah kurangnya manajemen yang baik dalam pengelolaan dana serta banyak uang yang dibawa kabur oleh pemilik bank. Hal serupa kini tengah dialami didunia perkoperasian di Indonesia, dengan banyaknya koperasi di Indonesia tetapi tidak diiringi dengan pengawasan yang ketat terhadap pengurus koperasi, sehingga masyarakat menjadi ragu untuk bergabung atau bertransaksi ke dalam koperasi.
Sedikit kita menengok perkoperasian di luar negeri, koperasi terbanyak bergerak di sektor keuangan (perbankan, asuransi, koperasi kredit/credit union) sebesar 40 persen, disusul koperasi pertanian (termasuk kehutanan) 33 persen, koperasi ritel/wholesale 25 persen, sisanya koperasi kesehatan, energi, manufaktur, dan sebagainya. Dari 300 koperasi itu, 63 ada di AS, 55 di Perancis, 30 di Jerman, 23 di Italia, dan 19 di Belanda. Yang menarik, di negara-negara kapitalis liberal ini, tidak memiliki UU dan menteri koperasi.
Meski demikian, bukan berarti di negara-negara yang mempunyai UU dan menteri koperasi, koperasinya tidak berkembang baik. Sebut saja Jepang yang menempatkan 13 koperasinya dalam Global 300, salah satunya adalah Zen Noh, koperasi pertanian yang turnover-nya 63.449 juta dollar AS dan aset 18,357 juta dollar AS (2005), menduduki peringkat pertama. Lalu, Korea Selatan dua koperasi, India (tiga koperasi), bahkan Singapura menempatkan dua koperasi (koperasi konsumen dan asuransi) dalam deretan Global 300. Atau dalam kelompok/daftar koperasi negara berkembang, disebut Developing 300 Project, dengan turnover tertinggi 504 juta dollar AS, ada negara, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, atau Filipina, yang masing-masing menyumbang lima koperasi. Dari Afrika, seperti Etiopia, Kenya, Tanzania, dan Uganda, masing-masing menyumbangkan lima koperasi.
Entah karena keteledoran otoritas atau manajemen koperasi, koperasi kita belum ada yang memenuhi syarat untuk masuk dalam kelompok ini, tak satupun koperasi dari Indonesia yang terjaring dalam 300 koperasi terbesar dan terbaik Global. Apa yang terjadi dengan perkembangan koperasi di Indonesia sehingga penampilannya jauh tertinggal dari koperasi-koperasi di negara lain, bahkan dari negara-negara sedang berkembang lainnya?
Hal berikutnya yang menjadi perhatian kita adalah koperasi di Indonesia dijadikan sebagai pembackup dalam perekonomian nasional, apakah koperasi mampu memenuhi tanggung jawabnya untuk ikut serta mendorong perekonomian nasional apabila permasalahan yang tengah terjadi didalam perkoperasian itu sendiri seperti ini.
Hingga akhir 2013 jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia tercatat sebanyak 57.895.721, atau naik 2,41% dari 56.534.592 pada 2012. Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan berharap, tahun  ini, jumlahnya kembali membengkak hingga di atas 58 juta. Selanjutnya, dalam empat tahun ke depan, di antara 58 juta UMKM itu ada yang mampu menembus ke blantika bisnis internasional. Setidaknya hingga level ASEAN dulu. Apalagi, pada 2015, akan dideklarasikan terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Data statistik koperasi tersebut baru menunjukkan besarnya minat masyarakat Indonesia untuk membuat koperasi dan UKM.
Dari hampir 58 juta UMKM yang ada tersebut masih banyak koperasi yang terdaftar namun sudah  tidak aktif lagi. Hal inilah yang menimbulkan wajah koperasi di Indonesia kurang baik. Apabila koperasi mampu membenahi menejemen  dan strukturnya sehingga anggota-anggota dapat kembali percaya kepada pengurus koperasi, bahkan target koperasi yang dijadikan salah satu pendukung perekonomian di Indonesia juga mampu memikul tanggung jawabnya. Selain itu keuntungan yang akan didapat bila menjadi anggota koperasi sangat besar sehingga dapat menumbuhkan minat masyarakat untuk bergabung kedalam koperasi dan pada akhirnya koperasi yang pada awalnya hanya usaha mikro dapat berkembang menjadi usaha besar.
Seperti itulah wajah koperasi Indonesia saat ini dan sedikit cara bagaimana memperbaiki keadaan koperasi saat ini.





Sumber :




WAJAH KOPERASI INDONESIA SAAT INI

Koperasi adalah suatu lembaga atau badan hukum yang diakui keberadaannya oleh negara, koperasi juga hasil bentukan dari orang per orang atau kelompok-kelompok dengan tujuan yang sama yakni mensejahterakan para anggota serta melandaskan seluruh kegiatannya berdasarkan pada prinsip-prinsip perkoperasian sekaligus sebagai wujud gerakan ekonomi rakyat (khususnya rakyat kecil menengah) yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Moh. Hatta yang diberi gelar sebagai  Bapak Koperasi Indonesia pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung pada tanggal 17 Juli 1953, memberikan perhatian yang mendalam terhadap penderitaan yang dialami oleh rakyat kecil, sehingga mendorong pria kelahiran 12 Agustus 1902 ini untuk mempelopori Gerakan Koperasi yang pada prinsipnya bertujuan memperbaiki nasib golongan miskin dan kelompok ekonomi lemah.
Sampai saat ini, koperasi dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. KUD sebagai koperasi program yang didukung dengan program pembangunan untuk membangun KUD. Di sisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan bea pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru (cengkeh).
Pada masa ini, koperasi di Indonesia yang pada awalnya diberi perhatian yang khusus oleh Bapak Moh. Hatta sebagai jalan untuk memperbaiki nasib golongan miskin dan kelompok ekonomi lemah telah kurang pancaran sinarnya di kalangan masyarakat Indonesia. Seperti pada tulisan saya sebelumnya, hal yang membuat koperasi kurang familiar di kalangan masyarakat Indonesia adalah banyaknya koperasi yang ada namun tidak diimbangi dengan jumlah anggota yang merata disetiap koperasi. Kurangnya anggota didalam koperasi ini diakibatkan karena minimnya kepercayaan anggota-anggota koperasi kepada pengurus koperasi.
Anggota-anggota koperasi yang memiliki kepercayaan sangat minim kepada pengurus koperasi ini diakibatkan banyaknya kasus yang terjadi di Indonesia tentang perkoperasian, kasus-kasus seperti pengurus koperasi yang tidak jujur dan hilang tanpa jejak dengan membawa uang milik anggota-anggota serta manajemen yang kurang baik didalam perkoperasian tersebut.
Hal diatas mengingatkan kita pada kejadian pada tahun 1990-an, dimana pada saat itu banyak sekali Bank yang berdiri namun dalam waktu kurang dari satu tahun banyak Bank yang pada akhirnya harus gulung tikar. Penyebab banyaknya Bank pada saat itu sampai harus gulung tikar adalah kurangnya manajemen yang baik dalam pengelolaan dana serta banyak uang yang dibawa kabur oleh pemilik bank. Hal serupa kini tengah dialami didunia perkoperasian di Indonesia, dengan banyaknya koperasi di Indonesia tetapi tidak diiringi dengan pengawasan yang ketat terhadap pengurus koperasi, sehingga masyarakat menjadi ragu untuk bergabung atau bertransaksi ke dalam koperasi.
Sedikit kita menengok perkoperasian di luar negeri, koperasi terbanyak bergerak di sektor keuangan (perbankan, asuransi, koperasi kredit/credit union) sebesar 40 persen, disusul koperasi pertanian (termasuk kehutanan) 33 persen, koperasi ritel/wholesale 25 persen, sisanya koperasi kesehatan, energi, manufaktur, dan sebagainya. Dari 300 koperasi itu, 63 ada di AS, 55 di Perancis, 30 di Jerman, 23 di Italia, dan 19 di Belanda. Yang menarik, di negara-negara kapitalis liberal ini, tidak memiliki UU dan menteri koperasi.
Meski demikian, bukan berarti di negara-negara yang mempunyai UU dan menteri koperasi, koperasinya tidak berkembang baik. Sebut saja Jepang yang menempatkan 13 koperasinya dalam Global 300, salah satunya adalah Zen Noh, koperasi pertanian yang turnover-nya 63.449 juta dollar AS dan aset 18,357 juta dollar AS (2005), menduduki peringkat pertama. Lalu, Korea Selatan dua koperasi, India (tiga koperasi), bahkan Singapura menempatkan dua koperasi (koperasi konsumen dan asuransi) dalam deretan Global 300. Atau dalam kelompok/daftar koperasi negara berkembang, disebut Developing 300 Project, dengan turnover tertinggi 504 juta dollar AS, ada negara, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, atau Filipina, yang masing-masing menyumbang lima koperasi. Dari Afrika, seperti Etiopia, Kenya, Tanzania, dan Uganda, masing-masing menyumbangkan lima koperasi.
Entah karena keteledoran otoritas atau manajemen koperasi, koperasi kita belum ada yang memenuhi syarat untuk masuk dalam kelompok ini, tak satupun koperasi dari Indonesia yang terjaring dalam 300 koperasi terbesar dan terbaik Global. Apa yang terjadi dengan perkembangan koperasi di Indonesia sehingga penampilannya jauh tertinggal dari koperasi-koperasi di negara lain, bahkan dari negara-negara sedang berkembang lainnya?
Hal berikutnya yang menjadi perhatian kita adalah koperasi di Indonesia dijadikan sebagai pembackup dalam perekonomian nasional, apakah koperasi mampu memenuhi tanggung jawabnya untuk ikut serta mendorong perekonomian nasional apabila permasalahan yang tengah terjadi didalam perkoperasian itu sendiri seperti ini.
Hingga akhir 2013 jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia tercatat sebanyak 57.895.721, atau naik 2,41% dari 56.534.592 pada 2012. Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan berharap, tahun  ini, jumlahnya kembali membengkak hingga di atas 58 juta. Selanjutnya, dalam empat tahun ke depan, di antara 58 juta UMKM itu ada yang mampu menembus ke blantika bisnis internasional. Setidaknya hingga level ASEAN dulu. Apalagi, pada 2015, akan dideklarasikan terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Data statistik koperasi tersebut baru menunjukkan besarnya minat masyarakat Indonesia untuk membuat koperasi dan UKM.
Dari hampir 58 juta UMKM yang ada tersebut masih banyak koperasi yang terdaftar namun sudah  tidak aktif lagi. Hal inilah yang menimbulkan wajah koperasi di Indonesia kurang baik. Apabila koperasi mampu membenahi menejemen  dan strukturnya sehingga anggota-anggota dapat kembali percaya kepada pengurus koperasi, bahkan target koperasi yang dijadikan salah satu pendukung perekonomian di Indonesia juga mampu memikul tanggung jawabnya. Selain itu keuntungan yang akan didapat bila menjadi anggota koperasi sangat besar sehingga dapat menumbuhkan minat masyarakat untuk bergabung kedalam koperasi dan pada akhirnya koperasi yang pada awalnya hanya usaha mikro dapat berkembang menjadi usaha besar.
Seperti itulah wajah koperasi Indonesia saat ini dan sedikit cara bagaimana memperbaiki keadaan koperasi saat ini.





Sumber :