Tuesday 31 October 2017

MATERI 1 TENTANG PENDAHULUAN ETIKA SEBAGAI TINJAUAN

A.      Pengertian Etika Profesi
Istilah karakter, watak, kesusilaan, moral atau adat merupakan pengertian dari etika yang berasal dari kata ethos (bahasa Yunani). Sebagai suatu subjek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Etika juga merupakan sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu: Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip,aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). Sedangkan dalam bahasa Arab etika mengacu pada kata Akhlak yang berarti ilmu akhlak. Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut: Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajariuntuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.

B.       Prinsip – prinsip Etika Profesi
Sejak abad keempat sebelum Masehi para pemikir telah mencoba menjabarkan dan memberikan gagasan berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Seluruh gagasan tersebut dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan penting etika, yaitu keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran.
a)        Prinsip-prinsip Etika secara Umum
1.      Prinsip Keindahan
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan dengan memperhatikan nilai-nilai Estetika (keindahan) dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
2.      Prinsip Persamaan
Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar apapun, seperti dalam persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, dan persamaan yang lainnya.
3.      Prinsip Kebaikan
Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat-menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima oleh lingkungannya.
4.      Prinsip Keadilan
Prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.
5.      Prinsip Kebebasan
Prinsip ini diartikan sebagai keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri sepanjang tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan harus diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan yang semena-mena kepada orang lain.
6.      Prinsip Kebenaran
Prinsip ini mendasarkan pada hal-hal yang harus bisa dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh individu dan masyarakat. Tidak setiap kebenaran dapat diterima sebagai suatu kebenaran apabila belum dapat dibuktikan.
Etika yang disusun sebagai aturan hukum yang akan mengatur kehidupan manusia, masyarakat, organisasi, instansi pemerintah, dan pegawai harus benar-benar dapat menjamin terciptanya keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran bagi setiap orang.
Prinsip- prinsip perilaku professional tidak secara khusus dirumuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tetapi dianggap menjiwai kode perilaku akuntan Indonesia. Adapun prinsip- prisip etika yang merupakan landasan perilaku etika professional, menurut Arens dan Lobbecke (1996 : 81) adalah :
1.      Tanggung jawab : Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional dan pertimbangan   moral dalam semua aktifitas mereka.
2.      Kepentingan Masyarakat : Akuntan harus menerima kewajiban-kewajiban melakukan tindakan yang  mendahulukan kepentingan masyarakat, menghargai kepercayaan masyarakat dan menunjukkan komitmen pada professional.
3.      Integritas : Untuk mempertahankan dan menperluas kepercayaan masyarakat, akuntan harus melaksanakan semua tanggung jawab professional dan integritas.
4.      Objektivitas dan indepedensi : Akuntan harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam melakukan tanggung jawab profesioanal. Akuntan yang berpraktek sebagai akuntan public harusbersikap independen dalam kenyataan dan penampilan padawaktu melaksanakan audit dan jasa astestasi lainnya.
5.      Keseksamaan  : Akuntan harus mematuhi standar teknis dan etika profesi, berusaha keras untuk terus meningkatkan kompetensi dan mutu jasa, dan melaksanakan tanggung jawab professional dengan kemampuan terbaik.
b)       Prinsip-prinsip Etika dalam Profesi Akuntansi
Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan pencapaian hasilnya.
Bertanggung jawab terhadap dampak karya dari profesinya. Menurut kaum profesional untuk bersikap seadil mungkin dan tidak memihak dalam menjalankan profesinya. Ada tiga prinsip dasar perilaku yang etis :
1.        Hindari pelanggaran etika yang terlihat remeh. Meskipun tidak besar sekalipun, suatu ketika akan menyebabkan konsekuensi yang besar pada profesi.
2.        Pusatkan perhatian pada reputasi jangka panjang. Disini harus diingat bahwa reputasi adalah yang paling berharga, bukan sekadar keuntungan jangka pendek.
3.        Bersiaplah menghadapi konsekuensi yang kurang baik bila berpegang pada perilaku etis. Mungkin akuntan akan menghadapi masalah karier jika berpegang teguh pada etika. Namun sekali lagi, reputasi jauh lebih penting untuk dipertahankan.



C.    Basis Teori Etika
Terdapat beberapa teori dalam etika, berikut akan dijelaskan tentang teori-teori tersebut:
1.        Etika Teleologi
Teleologi diambil dari kata Yunani, yaitu telos yang berarti tujuan, Mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
Dua aliran etika teleologi :
a.              Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
b.              Utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”.
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja  satu dua orang melainkan masyarakat umum. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.
2.        Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata ‘deon’ (Yunani) yang berarti kewajiban.
‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab : ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban  kita dan karena perbuatan kedua dilarang’. Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban.
3.        Teori Hak
Teori ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi  baik buruknya  suatu perbuatan atau perilaku. Teori Hak merupakan suatu aspek  dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang harus ada. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.

4.        Teori Keutamaan (Virtue)
Teori ini memandang  sikap atau akhlak seseorang, tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan  sebagai disposisi watak  yang telah diperoleh  seseorang dan memungkinkan  dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
Contoh keutamaan antara lain : kebijaksanaan, keadilan, suka bekerja keras dan hidup yang baik.
D.      Egoism
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadihedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yang bersifat vulgar. Fokus Egoism adalah “One should always act in one’s own best interest”, perlu diingat bahwa Self-interest berbeda dengan selfishness, dimana memenuhi kepentingan pribadi (self-interest) merupakan sesuatu yang baik sedangankan “selfishness” cenderung muncul ketika pemenuhan kepentingan pribadi merugikan pihak lain.
Kata egoisme merupakan istilah yang berasal dari bahasa Latin yakni ego, yang berasal dari kata Yunani kuno yang masih digunakan dalam bahasa Yunani modern yang berarti diri atau saya, dan kata isme, digunakan untuk menunjukkan sistem kepercayaannya.
Egoisme adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, dan umumnya memiliki pendapat untuk meningkatkan citra pribadi seseorang dan pentingnya intelektual, fisik, sosial dan lainnya. Egoisme ini tidak memandang kepedulian terhadap orang lain maupun orang banyak pada umumnya dan hanya memikirkan diri sendiri.
Egoism tidak cocok dengan kegiatan manusia sebagai makhluk sosial Egoism tidak mampu memecahkan masalah ketika perselisihan muncul Terdapat “anomali aneh” dalam egoism (tidak dapat dipublikasikan, diajarkan, dibicarakan dengan terbuka).
Oleh karena itu, dalam Etika Profesi Akuntan, sudah sepantasnya seorang Akuntan harus mampu menerapkan prinsip-prinsip dalam etika profesi seorang Akuntan dan mampu mengesampingkan ego pada dirinya masing-masing serta tetap memperhatikan lingkungan disekitarnya. Sebab egoism bukanlah sesuatu yang baik jika dimiliki oleh seorang Akuntan dan dapat berpotensi pada berbagai prilaku yang lebih buruk lagi yang akan dilakukan oleh Akuntan tersebut.


Sumber :
Dr. H. Budi Untung, S.H.,M.M.2012.”HUKUM dan ETIKA BISNIS”.Andi Yogyakarta:Yogyakarta