Friday 3 November 2017

Materi 2 - Perilaku Etika dalam Bisnis

PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS
A. Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Setiap bisnis didalam perekonomian sudah sepatutnya bertujuan untuk menghasilkan profit dari bisnis tersebut. Hanya saja ada sedikit perbedaan pada bisnis kecil dan bisnis besar, yakni keinginan untuk terus tumbuh pada bisnis kecil sedangkan bisnis besar cenderung mempertahankan dan sedikit berinovasi pada bisnis yang sudah ada. Untuk melakukan itu, penting bahwa semua karyawan dibina dan dimotivasi agar kinerja dan perilaku mereka dapat memberikan kontribusi pada kesuksesan kelangsungan perusahaan. Perilaku karyawan bukan hanya saja dapat dipengaruhi oleh faktor internal didalam bisnis, melainkan juga dapat disebabkan oleh faktor eksternal diluar bisnis. Pemilik usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat memberikan masalah.
1. Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan dapat memberi dampak bagaimana karyawan menempatkan diri mereka dengan rekan kerja, pelanggan dan pemasok maupun atasan. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan.
2. Ekonomi Lokal
Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi yang sedang booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan perilaku serta kinerja mereka dapat tercermin. Disisi lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang pekerjaan mereka. Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian kinerja.
3. Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat secara umum dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau ‘murahan’, tindakannya mungkin juga seperti itu. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill yang dihasilkan, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap pada perusahaan mereka.
B. Kesaling-tergantungan Antara Bisnis dan Masyarakat
Alam telah mengajarkan kebijaksanaan tentang betapa harmonis dan kesalingtergantungan itu amatlah penting. Bumi tempat kita berpijak, masih setia bekerja sama dan berkolaborasi dalam tim dan secara tim dengan planet-planet lain. Dari ilustrasi tersebut dapat dilihat juga kesaling -tergantungan antara bisnis dengan masyarakat, dimana bisnis tidak akan berjalan tanpa ada masyarakat yang menggerakkan dan masyarakat membutuhkan bisnis sebagai salah satu cara untuk melangsungkan kehidupannya, sehingga ia memperoleh manfaat dari bisnis yang dijalankannya tersebut.
Kesaling-tergantungan bekerja didasarkan pada relasi kesetaraan, egalitarianisme. Manusia bekerja sama, bergotong-royong dengan sesamanya memegang prinsip kesetaraan. Tidak akan tercipta sebuah gotong-royong jika manusia terlalu percaya kepada keunggulan diri dibanding yang lain, entah itu keunggulan ras, agama, suku, ekonomi dan sebagainya.
C. Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Korupsi, kolusi dan nepotisme yang semakin meluas dimasyarakat yang sebelumnya hanya ditingkat pusat dan sekarang meluas sampai ke daerah-daerah, dan maminjam istilah guru bangsa yakni Gus Dur, korupsi yang sebelumnya dibawah meja, sekarang sampai kemeja-mejanya dikorupsi dalam bentuk moral hazard dikalangan elit politik dan elit birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa pada sebagian masyarakat kita telah terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan. Tetapi ini semua adalah pemahaman, implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis dan para elit politik.
Dalam kaitan dengan etika bisnis, terutama bisnis berbasis syariah, pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi syariah selama ini masih cenderung pada sisi “emosional” saja dan terkadang mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar dari ekonomi syariah cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi syarih.
D. Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Berikut adalah perkembangan etika bisnis:
1. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan tahun 1960-an
Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat, revolusi mahasiswa (diibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan namaBussines adn Society.

3. Etika Bisnis Lahir di AS tahun 1970-an
Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis disekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa tahun 1980-an
Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kiran 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EEBN).
5. Etika Bisnis Menjadi Fenomena Global tahun 1990-an
Tidak terbatas lagi pada dunia barat, etika bisnis sudah dikembangkan diseluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.

E. Etika Bisnis dan Akuntan
Amerika Serikat yang selama ini dianggap sebagai Negara super power dan juga kiblat ilmu pengetahuan termasuk displin ilmu akuntansi harus menelan kepahitan. Skandal bisnis yang terjadi dibeberapa perusahaan besar seakan menghilangkan kepercayaan para pelaku bisnis dunia tentang praktik Good Corporate Governance di Amerika Serikat, ditambah dengan laporan keuangan yang diterbitkan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Terdapat banyak godaan untuk melakukan penyimpangan etika bagi seorang Akuntan, baik dari client maupun manajer, pada saat itulah etika seorang Akuntan di tuntut untuk tetap profesional dan objektif. Dalam sisi yang lain, perusahaan (client) juga di tuntut untuk memiliki etika yang baik dengan tidak mencoba untuk melakukan suap kepada Akuntan ataupun Kantor Akuntan Publik, sehingga laporan yang dihasilkan pun adalah laporan yang bersih dari manipulasi.
Sumber :
Dr. H. Budi Untung, S.H.,M.M.2012.”HUKUM dan ETIKA BISNIS”.Andi Yogyakarta:Yogyakarta

No comments:

Post a Comment